ETIKA BISNIS
Pengertian
Budaya Organisasi dan Perusahaan , Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam
Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis
Disusun oleh :
Deby
Alfianti 12213097
Farrid
Martin 13213277
Iwan
Martin 14213589
Primadianty
Putri 16213926
4EA29
UNIVERSITAS GUNADARMA
Mata Kuliah : ETIKA BISNIS
BAB 8
Pengertian Budaya Organisasi dan
Perusahaan , Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis
Etis
1.
Budaya
Organisasi
Pengertian:
· Suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi.
· Menunjuk
pada nilai-nilai, kepercayaan dan prinsip-prinsip mendasar suatu sistem
manajemen organisasi, yang berupa praktek-praktek manajemen dan perilaku
organisasi
A.
Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (2007),
memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
· Inovasi
dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong
untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
· Perhatian
terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
· Berorientasi
pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk
mencapai hasil tersebut.
· Berorientasi
kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan
efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
· Berorientasi
pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang individu-individu.
· Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap
agresif dan kompetitif ketimbang santai.
· Stabilitas
yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Budaya organisasi adalah sebuah sistem
makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi
dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan
karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
B.
Fungsi Budaya Organisasi
Budaya
organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah
sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut
Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
·
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas
antara satu organisasi dan yang lain.
·
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi.
·
Budaya mempermudah timbulnya komitmen
pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
·
Budaya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang
tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
·
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna
dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
C.
Pedoman Tingkah Laku
Terdapat tiga faktor yang menjelaskan
perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
· Keyakinan
dan nilai-nilai bersama.
· Dimiliki
bersama secara luas.
· Dapat
diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku
D.
Apresiasi Budaya
Apresiasi
Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh penghargaan
dan penilaian terhadap hasil budaya
kegiatan menggauli hasil budaya dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap hasil karya
Apresiasi
kebudayaan adalah penghargaan dan pemahaman atas budaya (Natawidjaja, 1980),
kegiatan menggauli (kebudayaan) dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang
baik (terhadap kebudayaan) (Effendi, 1974), pendek kata, penghargaan (terhadap
kebudayaan) yang didasarkan pada pemahaman (Sudjiman, 1984).
E.
Hubungan Etika dan Budaya
Hubungan
antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan
cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran
moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana
kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai
cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika
erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia
sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral
yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan
kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik
atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral
sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal
dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial
tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid
(membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika
dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu
premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles
derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap
kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan
suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
F.
Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Perilaku
etis dapat menimbulkan saling percaya antara perusahaan dengan stakeholder.
Perilaku etis dapat mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak
oportunis, serta tumbuhnya saling percaya. Budaya perusahaan memberi kontribusi
signifikan terhadap pembentukan perilaku etis. Budaya dapat mendorong
terciptanya perilaku etis atau sebaliknya dapat mendorong terciptanya perilaku
tidak etis
Faktor yang menyebabkan terciptanya iklim etika
dalam perusahaan:
-
Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
-
Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya.
-
Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai.
G.
Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika
bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala.
Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar
moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara
pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala
cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti
memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan
memanipulasi laporan keuangan.
2.
Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena
adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara
peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik
antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh
sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan
kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa
jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum
stabil.
Hal
ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna
keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan
tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak
orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan
tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan
manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Organisasi
seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus
menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Referensi :
No comments:
Post a Comment