Meresensi Sebuah Karya (baru)
Judul :
Hatta, Jejak yang Melampaui Zaman
Tim Penyunting :
Arif Zulkifli, Bagja Hidayat, Dwidjo U. Maksum, Redaksi KPG
Penerbit :
KPG
Cetakan :
pertama, September 2010
Tebal :
172
Mohammad Hatta lahir
pada 12 Agustus tahun 1902 di Aur Tajungkang Mandianin, Bukittinggi. Bisa
dibilang, dia adalah pemimpin bangsa Indonesia yang paling banyak menghasilkan
tulisan. Sejak muda, tulisan-tulisannya telah diterbitkan di majalah-majalah.
Beliau juga menerbitkan buku-buku. Begitu banyak tulisannya yang seperti
ramalan menjadi kenyataan. Ramalan tajam itu bersumber dari kajian luasnya
terhadap sejarah dunia.
Hatta memang sosok yang
serius, jarang tertawa. Kendati demikian, ia sangat disiplin, terutama dalam
waktu. Dia hidup dengan sederhana dan dengan disiplin yang mencengangkan.
Bahkan para pekerja perkebunan di Banda menjadikannya jam, pertanda waktu kerja
selesai jika Hatta lewat, karena dia rutin berjalan sore pada jam yang sama.
Saat senggang, ia lebih suka ketenangan dan membaca buku. Meskipun sempat
tinggal di Belanda, dia tidak kebarat-baratan. Dia juga dikenal sebagai
penganut sosialis dan juga rasionalis. Dia menolak theosophy yang marak masa
itu, tak ada tulisannya yang berbau mistis ketimuran.
Hatta adalah seorang
ayah yang modern, ia menyerahkan sepenuhmya pilihan hidup ketiga putrinya pada
diri mereka sendiri. Dia juga menjadi kawan dan guru bagi anak-anaknya. Karena
kecintaannya yang teramat pada buku, dia juga mendukung cita-cita hidup ketiga
putrinya melalui buku. Bahkan, saat menikahi Rahmi, bung Hatta juga menjadikan
bukunya sebagai emas kawin, walaupun ditentang sang ibunda. Hatta menerbitkan
begitu banyak judul buku dan tulisan di berbagai publikasi. Perpustakaan
pribadinya juga menyimpan sekitar 30.000 koleksi bukunya.
Hatta adalah pengkritik
paling tajam sekaligus sahabat hingga akhir hayat Sukarno. Dalam banyak hal,
dwitunggal ini memang sangat berbeda, juga sering tak sejalur dalam pandangan
politik serta cara perjuangan. Pertentangan keduanya pun kian menjadi nyata,
mulai saat Sukarno enggan menandatangani maklumat X November 1945 tentang
sistem multipartai dan demokrasi parlementer. Sukarno memang cenderung pada
demokrasi terpimpin. Keduanya bahkan saling serang dalam pidato maupun lewat
tulisan. Akhirnya, 20 Juli 1956 Hatta mengirim surat pengunduran diri sebagai
wakil presiden.
Kelebihan :
·
Buku ini menjadi salah satu bentuk
ikhtiar
·
Terdapat foto-foto dari Mohammad Hatta
·
Buku ini mengenal lebih dalam sosok
Mohammad Hatta
·
Buku ini dapat menjadi tambahan
pembelajaran tentang seorang pahalwan
Kekurangan :
·
Foto-fotonya tidak berwarna
·
Kertasnya menguning sehingga membuat
pembaca menjadi malas untuk membaca
Kesimpulan :
Buku ini memaparkan
sepak-terjang Mohammad Hatta, salah seorang Bapak Bangsa Indonesia dari
pemikiran sampai ke asmara. Jauh di masa hidupnya, Hatta telah menerawang
pahit-getir perjalanan Republik Indonesia sehingga sering disebut
"melampui zaman". Buku ini cocok dibaca untuk semua kalangan.
No comments:
Post a Comment